1. PENGERTIAN
PAJAK
Menurut definisi dari para
sarjana, pengertian Pajak antara lain ;
a.
Prof. DR. Rachmat Soemitro, S.H.
Pajak adalah Iuran rakyat kepada kas
negara (peralihan kekeyaan dari sector swasta ke sector pemerintah) berdasarkan
Undang-undang (dapat dipaksakan( dengan tidak mendapat jasa timbal (Tegen
Prestasi) yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum (Publiekeuit Gaven)
b. DR. P. J. A. Andriani (Guru
Besar Hukum Pajak Universitas Amsterdam)
Pajak
adalah Iuran
kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh wajib pajak untuk
membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang lasngsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintah.
c. Adolph Wagner (1876)
Pajak
adalah Pungutan
yang dapat dipaksakan kepada masyarakat yang sebagian ditunjukkan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bersifat umum dan sebagian lagi untuk
menyesuaikan perubahan pembagian pendapatan masyarakat.
d. Leroy Beaulieu (1906)
Pajak
merupakan pungutan
baik yang bersifat langsung atau tidak langsung yang dipungut oleh pemerintah
dari penduduk atau barang, untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
e.
Prof. Edwin R. A. Seligman (1910)
Pajak adalah Pungutan yang dapat
dipaksakan oleh pemerintah kepada seseorang untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran yang timbul untuk kepentingan umum, tanpa dapat
ditunjukkan adanya jasa timbal yang dapat ditunjuk secara khusus.
f.
Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (R. A. O. 1919)
Pajak adalah Bantuan uang (pungutan)
secara insidental atau secara periodic yang dipungut oleh badan yang bersifat
umum (negara) untuk memperoleh pendapatan dimana terjadi suatu Tabestand
(sasaran pemajkan) yang karena Undang-undang telah menimbulkan hutang pajak.
2. PENGERTIAN HUKUM PAJAK
Menurut beberapa orang ahli,
yaitu ;
a. Prof. DR. Rachmat Soemitro, S. H.
Hukum
Pajak adalah Suatu
kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai
pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.
b. Bohari
Hukum
Pajak adalah suatu
kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai
pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak
c. Santoso Brotodihardjo
Dalam bukunya yang
berjudul ”Pengantar
Ilmu Hukum
Pajak”, beliau mengatakan bahwa Hukum Pajak atau
hukum Fiskal adalah Keseluruhan
dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil
kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyrakat dengan melalui
kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur
hubungan-hubunganhukn antara negara dengan orang-orang atau badan-badan (hukum)
yang berkewajiban membayar pajak (yang disebut wjib pajak.
Kesimpulan yang dapat
ditarik dari ketiga definisi tersebut adalah :
Bahwa Hukum Pajak
adalah Keseluruhan
peraturan yang mengatur hubungan (hak dan kewajiban) antara negara dan
pemerintah sebagai pemungut pajak (fiscus) dengan rakyat sebagai pembayar pajak
wajib pajak.
3. DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PAJAK
Setiap Pajak yang dipungut oleh
pemerintah harus berdasarkan Undang-undang, maka ketentuan konstitusionalnya
adalah ;
a. Pasal
23 ayat 2 UUD 1945 dan falsafah pajak yang tersirat didalamnya.
Bunyinya : Segala pajak dan
kegunaan kas negara berdasarkan Undang-undang.
b. Pasal 16 dan 17 ICW (Indische Comtabiliteits Wet)
Dalam
pasal ini ditentukan bahwa Undang-undang tentang pungutan tentang pajak baru,
penambahan atua pengurangan pajak tidak mungkin berlaku sebelum hasil
penambahan atau hasil perubahan Undang-undang pajak dimasukkan ke dalam
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara tahun yang bersnagkutan (Pasal 16 ICW).
Semua penghapusan dan pengurangan
pajak harus dilakukan sesuai dengan ketentuan formal Undang-undang (Pasal 17
ICW).
Ketentuan-ketentuan
perpajakan positif ;
1. Undang-undang No. 6 Tahun 1983
Tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan, diubah dengan Undang-undang No. 9
Tahun 1994 dan Undang-undang No. 16 Tahun 2000.
2. Undang-undang No. 7 Tahun 1983
Tentang
Pajak Penghasilan, diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1991, Undang-undang
No. 11 Tahun 1994, Undang-undang No. 17 Tahun 2000.
3. Undang-undang No. 8 Tahun 1983
Tentang Pajak Pertambahan nilai
barang dan jasa dan Pajak Penjualan atas barang mewah, diubah dengan keluarnya
Undang-undang No. 18 Tahun 2000.
4. Undang-undang No. 12 Tahun 1985
Tenyang Pajak Bumi dan Bangunan,
diubah dengan keluarnya Undang-undang No. 12 Tahun 1994.
5. Undang-undang No. 13 Tahun 1985
Tentang aturan Bea Materai baru.
4. FUNGSI PAJAK
Pajak dalam masyarakat mempunyai
2 fungsi ;
a. Fungsi Budgeter atau Fungsi Finansial
Adalah
Fungsi Pajak untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya kedalam kas negara,
dengan maaksud untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
Fungsi
Budgeter adalah fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara dan digunakan
untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran
untuk pembangunan.
b. Fungsi Regulerend (fungsi mengatur)
Adalah Fungsi Pajak untuk
menhatur suatu keadaan dalam masyarakat dibidang social, ekonomi, maupun
politik sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah. Pajak merupakan suatu alat
untuk mencapai tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan.
5. ASAS-ASAS PAJAK
Di dalam pajak, dikenal adanya
beberapa asas yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir, dan dalam kamus
umum bahasa Indonesian kata ”asas” diartikan sebagai ”sesuatu kebenaran yang
menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir”
Adapun yang menjadi asas-asas
daripada pajak tersebut, adalah; asas rechtsfilosofis, asas pengenaan pajak,
asas pemungutan pajak, asas pembagian beban pajak, dan asas dalam pembuatan
Undang-Undang Pajak.
1. Asas
rechtsfilosofis
Asas ini mencari alasan pembenar
terhadap pengenaan pajak oleh negara. Sehingga asas ini mempertanyakan ”Mengapa
dan atas dasar apa negara mempunyai kewenangan memungut pajak dari rakyat??
Terhadap pertanyaan dari
permasalahan tersebut terdapat beberapa teori yang dapat menjawabnya, yaitu;
a. Teori
asuransi, yang menyatakan bahwa pajak diibaratkan sebagai
suatu premi asuransi yang harus dibayar oleh setiap orang karena orang
mendapatkan perlindungan atas hak-haknya dari pemerintah, yang mana dalam hal
ini pembayar premi asuransi dipersamakan dengan pembayar pajak, yakni pihak
tertanggung. Sementara itu negara disamakan dengan pihak penanggung
b. Teori
kepentingan, yang mengatakan bahwa negara
mengenakan pajak terhadap rakyat, karena negara telah melindungi kepentingan
rakyat. Teori ini mengukur besarnya pajak sesuai dengan besarnya kepentingan
wajib pajak yang dilindungi. Teori ini menegaskan bahwa dasar pembenar mengapa negara
mengenakna pajak adalah karena negara telah berjasa kepada rakyat elaku wajib
pajak, di mana pembayaran pajak itu besarnya setara dengan besarnya jasa yang
telah diberikan oleh negara kepadanya.
c. Teori
kewajiban pajak mutlak, yang didasarkan
kepada teori Organ dari Otto von Gierke,yang menyatakan bahwa negara itu
merupakan suatu kesatuan yang di dalamnya setiap warga negara terikat. Lembaga
tersebut yang dalam hal ini adalah negara, karena telah memberi hidup kepada
warganya, dapat membebani setiap
anggota masyarakatnya dengan kewajiban-kewajiban, termasuk kewajiban membayar
pajak.
d. Teori
daya beli, yang
mengibaratkan pajak sebagai pompa yang menyedot dayabeli seseorang/anggota
masyarakat, yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya
uang yang berasal dari rakyat dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui
saluran lain, untuk keejahteraan masyarakat, sehingga pada hakekatnya pajak
tidak merugikan rakyat.
e. Teori
pembenaran pajak menurut Pancasila,
yang bersifat kekeluargaan dan gotongroyong, memandang pajak tidak lain
daripada bentuk sebuah pengorbanan setiap anggota keluarga (anggota masyarakat)
untuk kepentingan keluarga (bersama) tanpa mendapatkan imbalan. Jadi teori ini
memandang bahwa pungutan pajak dapat dibenarkan karena pembayaran pajak
dipandang sebagai uang yang tidak keluar dari lingkungan masyarakat tempat
wajib pajak hidup.
2. Asas
Pembagian Beban Pajak
Pada asas ini memberikan jawaban
atas pertanyaan bagaimana agar beban pajak itu dikenakan kepada rakyat secara
adil, jawaban atas permasalahan tersebut didukung pula oleh beberapa teori
yaitu;
a. Teori
daya pikul, yang menyatakan bahwa setiap
orang wajib membayar pajak denga daya pikul masing-masing. Daya pikulmenurut
Prof. De Langen, yang dikutip oleh Rochmat Soemitro adalahmerupakan kekuatan seseorang
untuk memikul suatu beban dari apa yang tersisa, setelah seluruh penghasilannya
dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran yang mutlak untuk kehidupan primer
diri sendiri beserta keluarga.
b. Prinsip
benefit, yang oleh Santoso Brotodihardjo menyebutnya sebagai
asas kenikmatan. Menurut asas kenikmatan ini, pengenaan pajak seimbang dengan
benefit yang diperoleh wajib pajak dari jasa-jasa publik yang diberikan oleh
pemerintah. Berdasarkan kriteria ini, maka pajak dikatakan adil apabila
seseorang yang memperoleh
kenikmatan lebih besar dari jasa-jasa publik yang dihasilkan oleh pemerintah
dikenakan proporsi beban pajak yag lebih besar.
3. Asas
Pengenaan Pajak
Asas pengenaan pajak ini mencari
jawaban atas permasalahan siapa/ pemerintah negara mana yang berwenang atau
berkempetensi memungut pajak terhadap suatu sasaran pajak tertentu. Terhadap
permasalahan tersebut ada beberapa teori sebagai berikut;
a. Asas
negara tempat tinggal/ asas domisili,
yang mengandung arti bahwa negara di mana seseorang bertempat tinggal, tanpa
memandang kewarganegaraannya, mempunyai hak yang tidak terbatas untuk mengenak
pajak terhadap orang-orang itu dari semua pendapatan yang diperoleh orang itu
dengan tidak menghiraukan di mana pendapatan itu diperoleh.
b. Asas
negara asal, yang mendasarkan pemajakan pada
tempat dimana sumber itu berada, seperti adanya suatu perusahaan, kekayaan atau
tempat kegiatan di suatu negara. Negara di mana sumber itu berada mempunyai
wewenang untuk mengenakan pajak atas hasil yang keluar dari sumber itu.
c. Asas
kebangsaan, yang mendasarkan pengenaan
pajak seseorang pada status kewarganegaraannya. Jadi pemajakan dilakukan oleh
negara asal wajib pajak dan yang dikenakan pajak adalah semua orang yang
mempunyai kewarganegaraan negara tersebut, tanpa memandang tempat tinggalnya.
4. Asas
Pelaksanaan Pemungutan Pajak
Yang termasuk ke dalam asas ini
yakni; asas yuridis, asas ekonomi dan asas finansial.
a. Asas
yuridis, yang mana mengatakan hukum pajak harus dapat
memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas baik
untuk negara maupun warganya. Oleh karenanya mengenai pemungutan pajak di
Negara hukum, segala seuatunya haruslah ditetapkan dalam undang-undang. Dengan
kata lain, hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum bagi tercapainya
keadilan dan jaminan ini diberikan kepada pihak-pihak yang tersangkut di dalam
pemungutan pajak, yakni pihak wajib pajak.
b. Asas
ekonomis, yang mana menurut asas ini, pemungutan pajak
haruslah berfungsi selain dari pada fungsi budgeter juga harus berfungsi
mengatur, yakni ; harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya
produksi dan perdagangan, harus diusahakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat
dalam usahanya mencapai kebahagiaan serta jangan sampai merugikan kepentingan
umum.
c. Asas
finansial yang berkaitan erat dengan fungsi budgeter yaitu
untuk memasukkan uang sebanyak-banyak ke dalam kas negara. Sehubungan dengan
itu, agar hasil yang diperoleh besar, maka biaya pemungutan harus
seecil-kecilnya.
5. Menurut
Miyatso, Pajak merupakan pungutan paksa yang dilakukan oleh
pemerintah terhadap wajib pajak yang tidak ada kontraprestasinya secara
langsung, maka suat pungutan pajak harus memenuhi asas-asas sebagai
berikut;
a. Asas
legal, yang mana mendasarkan pajak kepada undang-undang.
Oleh karena itu, setiap peraturan perpajakan, baik yang terdapat dalam
peraturan pemerintah, maupun peraturan yang lebih rendah tingkatannya harus ada
referensinya dalam undang-undang. Di Indonesia, sistem perpajakan secara
eksplisit diatur dalam Pasal 23 A UUD 1945.
b. Asas
kepastian hukum, dimana ketentuan-ketentuan
perpajakan tidak boleh menimbulkan keragu-raguan, kebingungan harus jelas dan
mempunyai satu pengertian sehingga tidak bersifat ambigius
c. Asas
efesien, dimana pajak yang dipungut dari masyarakat kemudian
digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan
pembangunan
d. Asas
non distorsi, yakni bahwa pajak harus tidak
menimbulkan distorsi
atau kelesuan di dalam masyarakat, terutama distorsi ekonomi.
e. Asas
kesederhanaan, dalam hal ini bararti bahwa
aturan-aturan pajak harus dibuat secara sederhana sehingga mudah dimengerti
baik oleh fiscus, maupun oleh wajib pajak sebagai pihak-pihak yang terkait
dalam hubungan pajak.
f. Asas
adil, hal tersebut terutama berarti bahwa alokasi beban
pajak pada berbagai golongan masyarakat harus mencerminkan keadilan.
6. HUBUNGAN HUKUM PAJAK
DENGAN CABANG HUKUM LAINNYA.
a. Hubungan
Hukum Pajak dengan Hukum Perdata.
Menurut Rochmat Soemitro hubungan
antaran keduanya adalah timbal
balik, yang berarti bahwa; (1) disatu sisi hukum pajak
banyak mennggunakan istilah yang kazim dipakai dalam hukum perdata namun
artinya berlainan dengan istilah hukum perdata tersebut. Misalnya, istilah domisili
yang pada
hukum perdata dikenal
sebagai pusat temmpat kediaman seseorang, namun dalam hukum
perpajakan domisili berarti hukum
pajak ditentukan menurut keadaan. (2) Hukum pajak menjadikan peristiwa-peristiwa
(kematian, kelahiran ), keadaan ( kekayaan, bengasa asing), kejadian (jual
beli, sewa-menyewa) dalam hukum perdata sebagai sasaran pajak.
Sedangkan menurut Prof. Mr. W.F. Prins hubungan erat
ini sangat mungkin sekali timbul karena banyak dipergunakan istilah-istilah
hokum perdata dalam perundang-undangan pajak, walaupun sebagai prinsip harus
dipegang teguh bahwa pengertian-pengertian yang dianut oleh hokum perdata tidak
selalu dianut hukm pajak. Hubungan erat dngan hokum perdata dapat pula
disebabkan oleh kenyataan bahwa bilaman diperlukan suatu kupasan mengenai
persoalan yang tidak dijelaskan dalam undang-undangnya, dalam hal demikian seringkali
hastus dipertimbangkan secara matang, interpretasi yang manakah yang harus
dipergunakan, yang yuridis atau yang menurut kenyataannya (ekonomis). Sebaliknya juga ada pengaruh dari hukum pajak terhadap
hukum perdata, karena hukum pajak sebagai lex
spesialis (aturan
khusus) mendapat perlakuan utama mengenai sesuatu hal daripada hukum perdata
sebagai lex
generalis.
b. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana
Sebagaimana diketahui bahwa hukum pidana tidak hanya
terdapat di dalam KUHP tetapi di luar itu juga terdapat ketentuan-ketentuan
pidana dalam undang-undang lainnya yang meliputi bermacam-macam bidang yang
salah satunya adalah hukum pajak. KUHP dan yang terdapat di luarnya yaitu
ketentuan-ketentuan UU yang khusus untuk mengadakan peraturan-peraturan dalam
segala lapangan merupakan suatu
keseluruhan yang sistematis karena
ketentuan-ketentuan dalam Buku I dari KUHP kecuali jika ditentukan lain juga
berlaku untuk peristiwa-peristiwa pidana yang diuraikan di luar KUHP (Pasal 103
KUHP). Namun demikian, di dalam hukum pajak dijumpai penyimpangan-penyimpangan
terhadap ketentuan umum yang biasanya berlaku dalam KUHP.
Adapun penyimpangan-penyimpangan yang terdapat dalam
lapangan hukum perpajalan yang dapat dijatuhi pidana adalah dalam hal;
1. bilamana
terjadi pemakaian ulang materai (upah, tmpel, dagang) yang telah dipergunakan
terlebih dahulu (Pasal 260 KUHP)
2. kewajiban
untuk menyimpan rahasia yang diberikan oleh wajib pajak kepada fiskus, diancam
pada pasal 260 KUHP dan Pasal 25 Ordonansi Pajak Pendapatan
3. Pasal
367 ayat (2) HIR menyatakan : tuntutan untuk membayar denda atau perampasan
barang-barang tertentu dalam perkara pelanggaran tentang suat penghasilan
negara, dilakukan kepda ahli warisnya.